KataJatim.com – Denpasar – Advokat Siti Sapurah (42) yang akrab dipanggil Ipung ,Selasa (29/3/2022) meluncurkan buku perjalanan hidup ‘True Story’ di Kantor Advokat dan Mediator Siti Sapurah ,SH & Rekan Jalan Pulau Buton Nomor 14 Denpasar Selatan, Kodya Denpasar.
Launching buku setebal 186 halaman,diliput oleh puluhan wartawan dari berbagai media cetak dan olline lokal dan nasional .Hadir penulis Vivi Suryanita mengupas perjalanan perempuan bernama lahir Daeng Ipung dengan runut serta gaya bahasa sederhana mengalir tentang liku-liku hidup Ipung.
“ Saya bukan siapa-siapa Cuma anak pantai dari pulau kecil Serangan Denapasar selatan Kodya Denpasar.Niat meluncurkan buku ini sudah cukup lama, untuk mencari identitas tentang pribadinya.Sehingga pesan kepada keluarga besar Daeng Abdul Kadir, Daeng Syaban serta Daeng Sappar bahwa di Denapasar, Bali ada keturunan mareka yang masih hidup”ujar Ipung.
Seperti tulisan profil yang dimuat KataBali.Com pekan lalu berjudul ‘ Miris Terhadap Kekerasan Anak Mendorong Siti Sapurah Jadi Pengacara terkenal’. Sejak usia 4 tahun,dia terpaksa banting tulang menangkap nener (anak ikan bandeng) dan keong di pantai pulau Serangan. Lebih tragis ketika usia 22 tahun mendapat perlakukan kasar dari orang-orang yang selama ini menampungnya.
Dimana kala itu.“ Ipung hanya mengenakan pakaian tidur, ditarik dari kamar lalu dengan tega mareka menginjak-injak dari kepala hingga kaki.Setelah puas menyiksa, saya dilempardidepan rumah. Tidak kuat dengan penyiksaan itu, Ipung putus asa dan nekat mengakiri hidupnya dengan menenggak cairan pembasmi serangga ,”imbuhnya.
Kajadian tragis situ, kata Ipung sempat membuat ia tidak sadarkan diri dan mengalami mati suri selama 4 hari dan dirawat di RSUP Sanglah,Denpasar. Akhirnya Ipung mempertanyakan Tuhan, mengapa dia masih diberi nafas. Ketika tersadar dari mati suri, Ipung terngiang petuah almarhum ayahnya Daeng Abdul Kadir. “ Jadilah orang kuat, berani,berani, selama kamu benar dan jujur menjalani hidup”.
Lanjut Ipung menceritakan betapa beratnya hidup yang harus dijalaninya.Ketika ayahnya meninggal 1974 dan tak lama kemudian ibu kandangnya Mamak R terusir dari rumah besarnya hidupnya hanya sebatang karang. Mulai sejak itu ,Ipung yang tinggal dengan ibu angkat dan saudaranya SR .
Ketika usia masuk sekolah SD,SMP,SMA hingga perguruan tinggi (PT),Ipung harus berjuang sekuat ten aga harus berjalan kaki berkilo-kilo,merasakan hidup di kos-kosan serta mencari pekerjaan untuk menyambung hidup dan biaya kuliah. Alhamdulillah,saya mampu menggapai cita-cita yang terpendam sejak kecil menjadi seorang pengacara dan berhasil.
Ipung menambahkan, dibuatnya buku ini selain mencari identitas tentang dirinya, memberikan pesan kepada siapapun yang mengetahui keberadaan ibu kandung Mamak R,“ Saya rindu ketemu dan memeluknya, bahwa anaknya masih hidup dan tanpa orangtua pun bisa hidup dan berguna bagi orang lain. Sebagai aktivis pembela hak anak dan perempuan serta sebagai pejuang lahirnya Undang Undang Perlindungan Anak Indonesia tentu merupakan suatu kebanggaan bagi keluarga besar Daeng Abdul Kadir dan tidak berlebihan bisa disinetronkan,”jelas Ipung. ( Smn).