Banyak Pelanggaran Yang Terjadi Di Pilgub Jatim, Ini Hasil Pemantauan KIPP Jawa Timur

Politik & Pemerintahan

KataJatim.com – SURABAYA – Provinsi Jawa Timur telah selesai menyelenggarakan hajat demokrasi terbesarnya, yaitu pemilihan gubernur. Perlu diingat, hal ini juga tak lepas dari praktek otonomi daerah yang mulai dijalankan di Indonesia sejak 1999. 

Maka sebagai konsekuensi logis dari praktek otonomi daerah tersebut, pemilihan kepala daerah pun dilakukan secara demokratis sesuai dengan amanat reformasi. 

Bernaung di bawah asas-asas pemilihan umum Indonesia yang tertuang jelas dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, pemilihan gubernur Jawa Timur kali ini juga harus mencakup hal tersebut. 

Hal inilah yang menjadi alasan bahwa pada setiap penyelenggaraan pemilihan umum pada era reformasi, termasuk pula Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur 2018 ini. Perlunya elemen pengawasan yang nantinya dapat menjamin berjalannya asas-asas pemilihan umum tersebut.

Di era demokratisasi dewasa ini, peran warga negara untuk turut aktif dalam kegiatan pengawasan pemilihan umum menjadi hal yang penting dan mencirikan kedewasaan demokrasi Indonesia. 

Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) merupakan bagian dari masyarakat yang turut aktif dalam kegiatan pengawasan pemilihan umum yang memiliki komitmen dalam mengawal proses pemilihan umum di Indonesia. Dalam momen perhelatan pilkada serentak 2018, KIPP juga turut andil dalam melakukan pemantauan pada Pilkada Jawa Timur.

Pemantauan pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur 2018 dilakukan tersebar di beberapa kabupaten/kota, meliputi Kota Mojokerto, Kabupaten Sampang, Kabupaten Tuban, dst. 

Pemantauan di sini dilakukan oleh relawan di masing-masing kabupaten/kota dengan teknis pemantauan dilakukan ketika proses pemungutan dan penghitungan suara berlangsung di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Dalam melakukan pemantauan sendiri pun terdapat tahapan pemungutan suara yang menjadi perhatian KIPP meliputi proses pemungutan suara di TPS, proses penghitungan suara di TPS, dan Pasca penghitungan di TPS (terkait dengan pengamanan dan pergerakan surat suara).

Adapun beberapa catatan penting kami selama pemantauan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Jawa Timur tahun 2018.

Problem teknis seputar Daftar pemilih terjadi, si Dalih tidak akurat terjadi di Kabupaten Sampang, form C6 tidak didistribusikan sesuai jadwal ini terjadi di Desa Ketapang Laok, kabupaten Sampang. 

Form tersebut tidak terdistribusi serta penyelenggara justru mendistribusikan Form C-6 milik orang lain, bukan atas nama sendiri. Ini menjadi pola yang terjadi di hampir seluruh Kabupatan Sampang.

Masih di Kabupaten Sampang, perihal pemungutan suara dan menjadi konsentrasi utama kami adalah dana yang diterima KPPS untuk pembentukan Tempat Pemungutan Suara (TPS) lebih kurang hanya Rp.400.000,00.

Sehingga TPS beridiri hanya didepan teras rumah warga dan dibeberapa titik pantauan TPS beridiri pukul 09.00 WIB, dan terkait dengan kertas surat suara di TPS dibeberapa titik kertas surat suara tambahan 2,5 % ikut tercoblos.

Tingkat partisipasinya mencapai 85 %, namun pemantau menemukan banyaknya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ganda dan meninggal tetap digunakan oleh penyelenggara Pemilu di Kabupaten Sampang.

Indikasi selanjutnya pada tidak optimalnya petugas PPDP dilapangan dan optimalnya SIDALIH dalam mengidentifikasi DPT yang bermasalah masuk kategori DPT yangtidak memenuhi syarat.

Titik pantau kami temukan temuan di TPS Lapas “Taman Siswa” Kota Mojokerto, terjadi kekurangan kertas surat suara kebutuhan 500 orang sedangkan hanya ada 200 daftar pemilih. Ini berkonsekuensi kekurangan kertas surat suara di hari H.

Sehingga memerlukan kertas surat suara dari TPS terdekat Lapas. TPS Lapas baru menutup TPS pukul 16.00 WIB karena untuk menunggu kekurangan kertas surat suara.

Secara umum permasalahan kami kategorikan menjadi dua, pertama permasalahan teknis ini terkait dengan penyelenggaraan dan kesiapan dari penyelenggara dan pengawas pemilu itu sendiri, dalam hal ini KPU dan Bawaslu/Panwaslu.

Kedua, terkait dengan problem politik lokal, local strongman masih menentukan pemilihan umum ditingkat lokal, di beberapa daerah. Kami temukan peran kepala daerah/elite desa/dsb memiliki power yang menentukan ini berimplikasi pada kualitas pemungutan suara didaerah-daerah. Minggu, (29/07)

KIPP provinsi Jawa timur melalui press releasenya, merekomendasikan kepada seluruh pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kepemiluan khususnya di Jawa Timur yang beralamat di Lt. 3 Ruko D-22, Jl. Raya Jemursari No. 76, Surabaya :

1. Temuan dari pemantau KIPP se-Jawa Timur terkait dengan permasalahan teknis dalam tahap pemilu seperti terjadi permasalahan SIDALIH di Kabupaten Mojokerto. Tidak efektifnya SIDALIH dalam hal ini ada gangguan fungsi SIDALIH yang mana tadinya akan didaftar ulang menggunakan cara konvensional –manual- namun justru tidak dilakukan di wilayah kota Mojokerto.

2. Temuan pemantau adanya indikasi tidak efektifnya SIDALIH juga ditemukan di Kabupaten Sampang banyaknya data pemilih tetap (DPT) ganda, data pemilih tetap (DPT) meninggal mengindikasikan SIDALIH tidak berfungsi optimal. Serta tidak maksimalnya petugas PPDP dalam pencoklitan menambah kurangnya kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) di kabupaten Sampang.

3. Temuan Pemantau mengenai pendistribusian form C-6 yang tidak sesuai jadwal, ternyata didistribusikan H-1 Pencoblosan. Seharusnya apabila sesuai peraturan pendistribusian Form C-6 ke pemilih paling lambat H-3, serta petugas KPPS tidak tepat sasaran dalam memberikan Form C-6 karena tidak sesuai nama penerima, tidak sesuai by name by address, di hampir seluruh desa Kabupaten Sampang.

4. Kekurangan surat suara di Lapas Kota Mojokerto, bisa menjadi indikasi awal penyelenggara pemilu dalam hal ini KPUD kab/kota yang kurang mengantisipasi di wilayahnya masing-masing. Bahwa antisipasi TPS ditempat rumah sakit/lapas/pondok pesantren atau dan sebagainya, kurang mendapat perhatian dan antisipasi yang lebih.

5. Indikasi selanjutnya adalah pengawas pemilu (Panwaslu) diseluruh tingkatan di wilayah Jawa Timur khususnya di wilayah rawan seperti di Madura kurang maksimal. Melaksanakan fungsi pengawasannya, adanya kecenderungan menunggu laporan masyarakat dan tidak ada inisiatif pengawasan dari institusi Panwaslu Kota/kabupaten/kecamatan/PPL Kelurahan. Hal ini didasarkan pada minimnya temuan panwaslu dan banyaknya laporan masyarakat terkait dengan banyaknya dugaan. Pelanggaran yang terjadi memberi sinyal bahwa panwaslu diseluruh jajarannya belum menjalankan fungsi pengawasan dengan baik.

6. Setelah melihat permasalahan institusi penyelenggara dan pengawas pemilu di Provinsi Jawa Timur, maka harus adanya pememetakan kembali indeks kerawanan pemilu secara spesifik. Terutama, di daerah-daerah yang memiliki tingkat kerawanan. Pengertian kerawanan diperluas, bukan hanya pada kondisifitas dan keamanan. Namun, terkait dengan hal teknis terakit dengan manipulasi pra pemungutan hingga pemungutan suara yang melibatkan pejabat ditingkat lokal, lokal strongman yang utamanya di wilayah rawan seperti kabupaten Sampang.

7. Bagi penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPUD Provinsi Jawa timur dan jajarannya dibawah untuk berperan lebih aktif, terkait dengan daftar pemilih utamanya ditingkat daerah, sosialisasi pemilih karena dibeberapa daerah terutama di wilayah Madura adanya partisipasi yang tinggi namun banyak DPT meninggal dan ganda.

8. Terakhir, KIPP Provinsi Jawa Timur menghimbau masyarakat Jawa Timur disemua pihak untuk turut serta memantau, menjadi warga negara aktif dalam pemantauan pemilihan umum, sadar sebagai warga negara aktif secara politik, memantau daftar pemilih, memantau kecurangan dil lingkungan masing-masing.

#hadirmemantau #kippjatimkembali

CJ : Deda (08562657484)

Red : Arianto


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *