Bupati Faida Paparkan Upaya Pemenuhan HAM Warga Jember di Forum Dunia -WHRCF 2018

Daerah Hukum & kriminal Politik & Pemerintahan Trending Now

KataJatim.com – Bersama 25 delegasi dari berbagai negara, Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR., secara khusus diundang untuk bicara dalam ajang The World Human Rights Cities Forum 2018 di Korea Selatan.

Forum Kota Hak Asasi Manusia Dunia 2018 (WHRCF 2018) ini diadakan sebagai acara tahunan di Gwangju, Korea Selatan, untuk mewujudkan visi dari berbagai daerah belahan dunia menjadikan kota ramah Hak Asasi Manusia (HAM).

Pembukaan ajang WHRCF 2018 ini juga dihadiri Morten Kjaerum, The Director of RWI dan Dr. Bernadia Irawati Tjandradewi, UCLG ASPAC Secretary General.

Bupati Faida menjadi keynote speaker dan mempresentasikan dalam bahasa Inggris terkait “Best Practice in Implementing SDGs in Local Level”.

Pembicara lainnya, Sofie Viborg Jensen (RWI) yang bicara soal “Human Rights Cities link to SDGs” dan Dr. Bernadia Irawati Tjandradewi (UCLG ASPAC) terkait “Localizing SDGs: Experiences from Indonesia”.

Ada pula Lee Yong-Seop, (Mayor of Gwangju) yang membahas khusus soal “Gwangju Experience in Promoting HRC”.

Dalam ajang WHRCF ini, beberapa delegasi berbagai negara berupaya keras bagaimana agar pemerintah lokal maupun pusat menjadi pelindung utama hak asasi manusia.

Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan Bupati Faida untuk memaparkan berbagai hal terkait apa saja yang telah dilakukan Jember. Sekaligus mempromosikan Jember sebagai daerah yang ramah HAM yang di dalamnya banyak keberagaman.

Bupati Faida sempat menjelaskan kondisi secara umum kabupaten Jember dengan segala keberagamannya.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 2,6 juta orang yang menyebar di 31 kecamatan dan 248 kelurahan/desa, tentu bukan hal mudah mengelolanya.

Belum lagi ditambah luas Jember yang mencapai 3.293,34 kilometer persergi, yang sebagian penduduknya hidup dari sektor pertanian.

“Jember is miniature of Indonesia. Jember is Pandhalungan City,” ujar Faida.

Meskipun Jember penduduknya ada yang berasal dari suku Jawa, Madura, serta berbagai daerah dengan agama yang berbeda, namun bisa hidup rukun berdampingan sebagai satu bangsa Indonesia dan hak-haknya sebagai warga negara bisa terpenuhi.

Menariknya lagi, Bupati Faida sempat menjelaskan perjuangan hak asasi manusia untuk mendapatkan kesetaraan dalam berkarya yang diwujudkan dalam peraturan daerah, dan dituangkan dalam peraturan bupati.

Bahkan, dalam penerimaan CPNS dan lowongan pekerjaan di beberapa perusahaan, juga ada ketentuan sekian persen pegawainya harus mengakomodasi para penyandang disabilitas. “Inilah upaya pemerintah dalam memperjuangkan hak asasi manusia bagi kaum disabilitas dalam memberikan hak kesamaan dalam berkarya,” ujarnya.

Tidak hanya itu, kata Bupati Faida, toleransi beragama sebagai hak warga untuk beribadah benar-benar terasa di Jember. Meski berbeda agama, namun bisa hidup berdampingan. Bahkan, ada gereja dan masjid di Jember yang berdiri jaraknya berdampingan.

Peraih Satya Lencana dari Presiden RI ini menambahkan, karena bertemu dengan delegasi dari berbagai negara, kesempatan tersebut dimanfaatkan mempromosikan segala potensi Jember. Baik potensi produk lokal Jember, tempat wisata, serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.

“Bupati kini jadi kepala marketing Jember. Kita promosikan Jember di hadapan delegasi dari berbagai negara,” ujarnya.

Untuk diketahui, WHRCF diakui sebagai forum perwakilan untuk kota-kota hak asasi manusia di Asia. Pesertanya adalah perwakilan dari kota-kota hak asasi manusia, para ahli, LSM, dan warga yang peduli.

Mereka berkumpul untuk membangun dan menerapkan sistem yang efektif untuk menjamin hak asasi manusia di tingkat komunitas lokal.

Dalam tujuh Forum sebelumnya, ada total 1.124 presentasi oleh 702 orang Korea dan 422 presenter internasional dari 76 negara masing. Banyak ahli hak asasi manusia dan aktivis berbagi keahlian dan pengalaman mereka di forum sebelumnya.

WHRCF dan komunitas hak asasi manusia internasional telah berkontribusi pada laporan 2015 Komite Penasihat Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang menetapkan tanggung jawab pemerintah lokal dan pusat sebagai pelindung hak asasi manusia.

Secara khusus, Komite menetapkan untuk menekankan peran pemerintah daerah sebagai penyedia layanan yang harus memenuhi kebutuhan sehari-hari warga, termasuk hak mereka masing-masing untuk pendidikan, kesehatan, perumahan, lingkungan, hukum dan ketertiban, dan air minum.

Forum 2018 diselenggarakan di Pusat Konvensi Kimdaejung dari 18 hingga 21 Oktober. (*)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *