KataJatim.com – Pahlawan berarti orang yang dihormati karena keberaniannya, pahlawan berarti orang yang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, seorang pejuang yang gagah berani membela kelompok atau bangsa-bangsanya (Kuncoro Hadi dan Sustianingsih, 2015)
10 November merupakan tanggal ditetapkannya sebagai hari pahlawan Nasional oleh bangsa Indonesia. Hari yangmana kita sebagai masyarakat Indonesia mengenang dan menghargai jasa para pahlawan yang telah berjuang mati-matian membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu para penjajah. Berkat perjuangan para pahlawan kita dapat merasakan sejuknya udara kedamaian, segarnya air ketika diteguk, dan tenangnya hati dalam tidur yang lelap.
Sejenak ketika mendengar kata 10 November maka kita akan teringat salah satu peristiwa heroik yang terjadi pada tahun 1945 oleh segenap rakyat Indonesia di Surabaya. Keberanian salah satu tokoh bangsa yang menjadi pelopor perjuangan yaitu Sutomo atau biasa dipanggil Bung Tomo membakar semangat rakyat Indonesia untuk tidak takut pada penjajah yang ingin merebut kemerdekaan Indonesia kembali ketangan mereka. Tewasnya jenderal Mallaby dalam pertempuran di Surabaya menjadi salah satu alasan pemicu kemarahan penjajah terutama jenderal Christison yaitu jenderal Inggris yang kemudian mengancam akan membalas perbuatan rakyat Indonesia. Namun hal itu tidak membuat gentar sedikitpun Bung Tomo dan rakyat Indonesia untuk melawan penjajah tersebut, meskipun pada saat itu pula banyak diantara rakyat Indonesia yang ikut berjuang tidak terlalu pandai menggunakan senjata api. Namun inilah salah satu bukti nyata dari “NKRI harga mati” pada masa itu.
Ada banyak peristiwa perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan dan melepaskan rakyat Indonesia dari para penjajah, dan tragedi Surabaya merupakan salah satu peristiwa yang harus kita jadikan contoh. kemudian kita hayati untuk meningkatkan kecintaan kita terhadap NKRI.
Lalu bagaimana dengan bangsa Indonesia dizaman sekarang ini. Sudahkah kita benar-benar berjuang demi bangsa kita atau sebaliknya yang ada hanyalah omong kosong. “Yang penting bisa makan, untuk apa memikirkan orang lain”. Kurang lebih seperti itulah. Pudarnya kesadaran dan kepedulian untuk menghayati pentingnya kebersamaan seperti yang telah dicontohkan para pahlawan terdahulu membuat kita buta, karena yang terpenting adalah bagaimana mengurus kepentingan pribadi dan kepentingan-kepentingan golongan tertentu.
Indonesia punya Pancasila, tapi penghayatan pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga mulai luntur sehingga muncullah berbagai gerakan radikalisme, gerakan anti-pancasila, terorisme dan gerakan-gerakan pemecah belah lainnya. Lebih mirisnya lagi ketika kita tetap diam sebagai masyarakat Indonesia berlaku sebagai penonton atau bahkan ikut berpartisipasi tapi seringkali hanya sekedar ikut-ikutan. “sing penting ikut wae, nengkono pasti dapat nasi bungkus”. Alangkah lucunya negeri ini. Jika dulu orang berjuang mati-matian dengan mempertaruhkan nyawa mereka, sekarang malah berjuang demi nasi bungkus. Jika memang tidak ingin seperti itu maka kita harus sadari dan reflesikan kembali dengan baik.
Tidak heran jika banyak sekali terjadi keributan di negara kita ini. Indonesia memang tidak lagi merasakan penjajahan secara fisik, akan tetapi secara tidak langsung atau dalam istilah kerennya disebut Neokolonialisme, yaitu suatu penjajahan bentuk baru yang membuat ketergantungan suatu bangsa terhadap bangsa lain baik dalam segi ideologi, politik, hukum, sosial-ekonomi dan sebaginya. Itulah yang terjadi pada bangsa kita saat ini ketika kita mencoba melihat lebih dalam lagi bahwa bangsa Indonesia masih sangat bergantung pada bangsa lain terutama dalam perekonomian masyarakat. Rasanya sangat sulit untuk membersihkan secara menyeluruh bangsa Indonesia dari pengaruh tersebut. Akan tetapi tidak ada yang tidak mungkin ketika bangsa Indonesia mau melakukan sesuatu secara bersama-sama tanpa menyepelekan atau merendahkan suatu golongan tertentu melainkan semata mata karena kecintaan terhadap tanah air Indonesia.
Bangsa Indonesia sepertinya perlu untuk melaukan Tirakat terlebih dulu sebelum melakukan suatu tindakan seperti yang dilakukan oleh para pahlawan terdahulu. Perlu bagi bagi kita untuk duduk sebentar berdiskusi, mengasah, mengkaji dan mematangkan apa yang sekiranya terbaik untuk dilakukan demi bangsa Indonesia. Karena dengan begitu setidaknya kita bisa mengontrol sensitifitas yang berlebihan dari masyarakat atau golongan agar tidak terlalu cepat terprovokasi dan kemudian bertindak bar-bar. Tentu keterbukaan bagi para wakil rakyat yang diberi amanat sebagi penyampai aspirasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan bagi seorang pemimpin yang diberi kepercayaan penuh untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Ingat! Bangsa ini adalah bangsa yang besar, bangsa yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan budaya yang menyatu dalam kata “Bhineka Tunggal Ika”, dan itu tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dan kapanpun. Semua itu tidak akan pernah tercipta kalau tidak ada kesadaran dari para tokoh pejuang akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Bukankah kultur bangsa Indonesia adalah salah satunya gotong royong, maka dari itu memang sangat penting yang namanya kebersamaan. Itulah yang yang menjadi pegangan para pejuang terdahulu untuk melepaskan rakyat indonesia dari para penjajah yang banyak menyebabkan kemiskinan, kelaparan, dan penyiksaan fisik ataupun psikis lainnya.
10 November merupakan salah satu momen terbaik untuk menghayati kembali perjuangan para tokoh pahlawan bangsa Indonesia. Bukan hanya sekedar mengingat kapan dan tanggal berapa hari pahlawan itu, kemudian potong tumpeng atau sejenisnya dan setelah itu selesai begitu saja. Akan tetapi, seharusnya momen 10 november menjadi pemicu untuk hari-hari kedepannya, menjadikan perjuangan-perjuangan para pahlawan sebagai pedoman dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi. Ketika kita tidak mampu untuk berperang langsung dengan mengangkat senjata, maka kita masih bisa menulis, membangun bangsa yang memiliki idealisme tinggi, dan bukan hanya itu, Setidaknya sebagai masyarakat Indonesia kita mampu memberikan sesuatu atau bisa berbagi ketika kita melihat saudara atau orang sekitar kita sedang kesusahan meski tidak semata-mata dalam bentuk materi tetapi juga bisa dalam bentuk nasihat ataupun saran-saran untuk saling membangun.
“Tak harus angkat senjata untuk jadi seorang pahlawan, bisa saja pahlawan juga seperti sosok ibu yang telah melahirkan kita, seorang guru atau dosen yang telah mendidik anak bangsa dan perbuatan-perbuatan yang setidaknya mampu meringankan sedikit beban orang lain, itu juga bisa dikatakan pahlawan, karena hal itu termasuk pekerjaan yang mulia. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Itulah pahlawan sejati”. jc