Merdeka Versi Orang Kaya VS Merdeka Versi Orang Miskin

Daerah Opini Sosial

KataJatim.com, Opini – Momentum perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 yang baru saja digelar Agustus kemaren oleh masyarakat Kabupaten Lamongan menjadi bagian penting untuk proses evaluasi diri bagi generasi muda, selama kurang lebih 350 tahun penjajahan akhirnya kolonial Belanda dan Jepang harus angkat kaki dari bumi pertiwi, namun efek yang ditinggalkan masih melekat di setiap sudut pedesaan, baik dari segi ekonomi, budaya, politik, pendidikan dan agama.

Secara de facto dan de jure Indonesia memang telah merdeka. Pada kesempatan ini penulis ingin melihat dari kacamata yang berbeda tentang makna sebuah kemerdekaan, karena beragam pendapat dan ekspektasi dari elemen masyarakat yang berkeliaran dimana-mana.

Setiap kali saya berkunjung ke pelosok-pelosok kampung, ke sudut kota, berbincang dan berdiskusi dengan masyarakat sekitar, banyak yang mempertanyakan “apakah kita sudah merdeka?”. Jawabannya pun tentu beragam, tergantung kondisi orang yang memberikan jawaban.

Coba perhatikan….. Merdeka versi orang yang hidupnya sejahtera tentu berbeda dengan merdekanya orang miskin atau orang-orang yang termarjinalkan, karena itu jika pertanyaan di atas diajukan kepada orang miskin, jawabannya pun sudah bisa saudara tebak. Kebanyakan dari mereka (orang miskin) belum merasakan merdeka karena sering kali menjadi korban kebijakan dan alat kekuasaan pemerintah.

 “bagaimana mau merdeka mas kalau harga kebutuhan pokok masih mahal, pupuk mahal, sementara hasil pertanian dihargai murah. Merdeka  dari penjajah sih sudah, tapi merdeka dari jajahan negeri sendiri ini yang belum mas”. Ucap salah satu petani yang tidak mau disebutkan namanya.

Sebagai seorang muslim tentu masih ingat sejarah perang Badar yang merupakan perang pertama kali umat Islam melawan bangsa Quraisy. Pada waktu itu nabi Muhammad SAW pernah bilang bahwa perang Badar hanyalah jihad kecil, sedangkan jihad yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan menaklukkan diri sendiri.

Hal ini sejalan dengan kata Bung Karno (terlepas dari kontroversi pribadi sosok Sang proklamator) yang mengatakan bahwa perjuangan bangsa Indonesia setelah beliau akan berkali lipat lebih sulit karena kita harus melawan bangsa kita sendiri.

Menyedihkan bukan….?

Sangat menyedihkan,… Suatu gambaran makna kemerdekaan yang tidak lebih dari seremonial dan perlombaan semata… Bagi masyarakat miskin, makna merdeka adalah mereka telah terbebas dari belengguh kemiskinan dan kemelaratan hidup serta dapat menentukan pilihan hidup terutama dalam hal ekonomi dan pendidikan.

Dapatkah kita ini dikatakan merdeka disaat rakyat masih melarat, padahal Negara harus menjamin kesejahteraan rakyatnya sebagaimana tercantum dalam butir UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan pembukaan UUD 1945.

Dalam konteks ini, pemerintah harusnya hadir dan menyediakan fasilitas-fasilitas dalam merangsang masyarakat untuk melakukan usaha-usaha yang dapat membuat masyarakat keluar dari jeruji kemiskinan, serta membuat dan melaksanakan kebijakan yang beroriantasi pada rakyat.

Penulis: M. Amirul Huda

(Alumni Universitas Udayana Bali)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *