Idealisme Dan Tahan Banting Adalah Didikan Berorganisasi

Opini Pendidikan & Kesehatan Politik & Pemerintahan

KataJatim.com – SITUBONDO – Aku tundukan kepala yang sedalam-dalamnya untuk para Martir, pejuang Pro-demokrasi, pejuang anti kediktatoran Orba baik yang dikenal maupun yang sama sekali tidak dikenal oleh publik, yang dengan gagah berani telah dan pernah menyumbangkan miliknya, bahkan nyawanya untuk orang banyak.

Seperti Wiji Thukul, Herman Hendrawan, Bimo Petrus, Suyat, Moses Gatot Kaca, Yun Hap, Iqbal, Temu, Munir, Marsinah dan ribuan nama-nama Angkatan muda lainya yang gugur dalam perjuangan disekitar Mei 98’….” (Mengenang Mei 1998).

Mungkin kutipan tulisan tersebut mampu mewakili keresahan sikap kami, keresahan aktivis kampung di kabupaten kecil. Kami lahir dari rahim organisasi yang punya track record panjang di bangsa ini hanya saja kami merasa di asingkan, dihinakan, di tekan bahkan di kucilkan.

Ada benarnya, tulisan Grasia Renata Lingga yang mengatakan bahwa, “nyinyiran aktivis, mahasiswa, perlawanan, dan hal-hal yang tidak kita mengerti. Mengapa kita jadi seegois ini. Padahal seharusnya kita mesti bersatu untuk mencapai kemerdekaan yang hakiki. 

Melawan rezim tidak bisa hanya sekelompok orang saja. Coba hitung, berapa banyak aktivis kampus yang seideologi dengan ‘kita’?, namun bukan perlawanan terhadap rezim bukan pula kritikan yang dibangun atas nama rakyat, tapi “pertempuran” di internal yang kami dapat, kami berusaha melawan racun yang ada dalam tubuh organisasi ini, yah racun itu bernama “kekuasaan”. 

Mereka menghalalkan segala cara untuk berkuasa, tanpa melihat sisi moral nilai bahkan aturan hukum organisasi. Kami tegaskan hari ini bahwa loyalitas kami bukan kepada pemimpin, tapi loyalitas kami pada organisasi yang “bersih”.

Sebait kata Soe Hok Gie menampar keras pikiran ku, “tugas seorang sarjana adalah berfikir dan mencipta yang baru. Mereka harus bisa lepas dari arus masyarakat yang kacau, tapi mereka tidak bisa lepas dari fungsi sosialnya, yakni bertindak jika keadaan mulai mendesak. Kaum intelelektual yang diam disaat keadaan mulai mendesak, telah melunturkan nilai kemanusiaaan”. 

Kalimat tersebut menjadi tamparan berat pada kami, kami harus melawan racun itu, mesti resikonya kami akan terkontaminasi dan mati, paling tidak kami tak mati sia-sia, karena kami pernah melawan..!

Gaya politik praktis telah benar-benar masuk kedalam ranah organisasi pergerakan ini, Realitas kekinian menunjukkan bahwa kita terjebak pada obsesi untuk mengejar bahkan mempertahankan “trah” kekuasaan melalui jalan yang tidak mulia. 

Kita lupa menyadari bahwa peran kita sebagai pembuat perubahan sosial, pantas saja sebagian masyarakat menganggap kita sebagai “Middle Class Elite”, sebuah kelas yang kata Karl Marx, dipandang serupa dengan elite borjuis.

Kita memang sudah benar-benar tinggal di menara gading, hingga suara-suara masyarakat yang tertindas oleh sistem hanya terdengar sayup-sayup.

Pantas saja Oki Alex Sartono Harian IndoPROGRESS menulis bahwa, “kaum intelektual sekarang juga cenderung ‘berselingkuh’. Rakyat yang harusnya menjadi kawan sejati dalam berjuang melawan penindasan baru  justru dibuang dan dikhianati.” 

Lihatlah bagaimana para cendekiawan, yang dulu sekolahnya disubsidi oleh keringat rakyat, justru kini memihak kebijakan privatisasi dan penghapusan subsidi bagi rakyat miskin. Mereka sibuk mencari argumen untuk pembenaran terhadap proses penyingkiran rakyat. 

Para ekonom dan sosiolog menjadi juru bicara yang fasih paham neoliberal dan mendesakkan kebijakan kepada pemerintah yang berakibat pada semakin tersudutnya msyarakat yang miskin. 

Begitu juga dengan praktisi-praktisi hukum yang seharusnya menjadi penegak keadilan malah memutarbalikan hukum untuk kepentingan-kepentingan penguasa. 

Hanya sedikit intelektual hukum yang memberikan pemahaman hukum pada masyarakat awam serta memberikan bantuan-bantuan hukum bagi masyarakat miskin yang kurang mampu. 

Mungkin hal seperti itu bermula pada titik terendah dalam organisasi kita. Bibit-bibit intelektual penghianat tersebut lahir dari kerakusan berkuasa, tanpa membedakan yang hak dan batil. 

Bukan tidak mungkin mereka yang berkuasa dan memimpin dengan cara HARAM akan berkolaborasi dengan orang orang yang mereka anggap kuat untuk mempertahankan kekuasaan yang mereka anggap sebuah perjuangan. Tapi buat kami hal tersebut adalah kegilaan, bahkan kegilaan sejarah yang pernah terjadi dalam organisasi ini.

Kami pastikan bahwa mereka seperti orang- orang yang telanjang yang tak berani bergerak, atau bahkan mereka tak tau malu mengumbar syahwat kekuasaannya.

Mengutip tulisan Shoofi Arini pada 4 Februari 2017, mahasiswa kala itu menjadi garis terdepan dalam sebuah gerakan untuk perubahan. 

Merubah keadaan yang timpang, keadaan yang memihak hanya untuk mereka yang berpunya, sementara si miskin dan yang tidak memiliki kuasa jelas sial nasibnya. 

Gerakan mahasiswa menjadi penentu dalam kemajuan dan akan di bawa kemana arah bangsa. Bangsa yang nusantara ini dihuni tidak hanya oleh satu warna kulit, bahasa yang sama. Namun beragam bahasa, budaya dan strata pun ada. 

Gerakan mahasiswa kala itu menjadi pembela kepentingan rakyat, di saat rakyat di ombang ambing oleh jilatan api neo liberalisme dan semangat kapitalisme yang membuat seluruh kebutuhan mendasar dari kehidupan sehari-hari harus dan wajib bergantung oleh pasar asing. Mungkin semangat inilah yang membuat kami tetap berdiri melawan “racun” di organisasi kami, yah kami tetap tegak.

Dulu kabar mahasiswa kala itu penuh ancaman. Ancaman dari penguasa, ancaman dari aparat keamanan yang selalu menuduh setiap gerakan demonstrasi mahasiswa sebagai gerakan subversib. 

Hari-hari terbalik di sini, kami yang berdiri berusaha mengobati di tuduh subversif, dituduh pembuat gaduh, di redam untuk diam agar tenang dan menerima mekanisme yang jelas jelas menabrak aturan.

Kami di paksa berperang dengan saudara sedarah dalam perjuangan..! Entah apa yang ada dibenak mereka kami berusaha dilibas dengan argument-argumen payah, kami di tekan dengan berbagai cara.

Namun kami tak gentar, kami dididik dengan semangat idealisme dan tahan banting, sampai langit ini runtuh pun kami akan melawan generasi racun itu.

Dan sampai matipun akan kukenang fase ini sebagai fase terkelam organisasi kami, akan ku ceriakan bagaimana kalian berkuasa, bagaimana culasnya kalian menabrak landasan suci organisasi akan ku sampaikan kabar ini untuk generasi mendatang dan anak cucu kami kelak. 

Kami akan lihat siapa sebenarnya yang bangsat, penghianat dan siapa sebenarnya kawan seperjuangan..! Barisan kami akan selalu ada dan terus berlipat ganda..! Tulisan ini lahir dari kecintaan dan keresahan kami pada organisasi bukan karena tendensi kekuasaan.

Oleh : Aliy (Mahasiswa STKIP Situbondo) +62 822-1367-2833


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *