KATAJATIM.COM | Jakarta – Ketua II Bidang Ekonomi Dewan Pengurus Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (DPN ISRI), Robby Alexander Sirait mencermati capaian pertumbuhan ekonomi 5,27 persen yang baru saja dirilis oleh BPS patut diapresiasi, ditengah pemulihan ekonomi global yang masih berjalan lamban dan ekonomi dunia yang masih dibayang-bayangi oleh ketidakpastian. Meskipun demikian ada beberapa catatan-catatan kritis yang perlu menjadi perhatian pemerintah, seminimal-minimalnya hingga akhir tahun 2018 dan jangka panjang menengah ke depannya.
Pertama, merujuk capaian hingga semester 1 tahun ini, sulit tampaknya pertumbuhan Indonesia di akhir tahun mencapai 5,4 persen, sesuai dengan target dalam APBN 2018. Tidak tercapainya target tersebut, pada akhirnya akan berimplikasi pada realisasi postur APBN, khususnya pendapatan negara dan belanja negara. “Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya benar-benar mengkalkulasi dampak yang ditimbulkan. Meningkatkan effort pemungut pajak untuk memastikan kepatuhan WP membayar pajak dan merasionalisasi alokasi belanja yang tidak efektif plus belum urgent, merupakan langkah yang perlu diambil Pemerintah. Kedepan, Pemerintah juga harus lebih baik dan presisi dalam menentukan target pertumbuhan, agar APBN yang disusun lebih kredibel, tepat dan realistis.” Tegasnya. Senin, (13/08).
Kedua, kualitas pertumbuhan juga harus menjadi perhatian Pemerintah. Capain pembangunan ekonomi tidak boleh hanya sebatas angka-angka kuantitatif pertumbuhan ekonomi saja, tapi juga memperhatikan capaian kualitatifnya. Kontribusi sektor manufaktur; pertanian, kehutanan dan perikanan;, serta perdagangan hingga semester 1 mengalami penurunan di banding 2017, baik per kuartal maupun semesteran. Padahal kontribusi ketiga sektor ini terhadap penyerapan tenaga kerja sangat tinggi, yakni 63,08 persen per agustus 2018. Daya serap per sektor diperinci sebagai berikut: Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 30,45%, Perdagangan sebesar 18,53% dan manufaktur sebesar 14,10%. Melihat kondisi capaian sektoral seperti ini, dapat disimpulkan bahwa capaian pertumbuhan masih belum benar-benar berkualitas. Hal ini juga semakin dikuatkan dari data yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi masih sangat dominan didrive oleh konsumsi dan masih dominan disumbang oleh perekonomian di Jawa-Sumatera.
Terakhir, peran dan intervensi Pemerintah diperlukan agar kue ekonomi di akhir tahun 2018 (dan juga di masa-masa yang akan datang) terdistribusi secara merata, baik secara individu maupun wilayah/daerah. Tanpa ada pemerataan kue pembangunan ekonomi, capaian pertumbuhan ekonomi hanyalah sebatas angka-angka tanpa makna yang berarti bagi perwujudan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur ujar Robby.
Red : Arianto