Caption: Suwito, Anggota DPRD kabupaten Banyuwangi dari Partai Gerinda.
KataJatim.com – Banyuwangi – Dalam rilis resmi yang diterima redaksi, 17 November 2025, Laskar Cemeti Emas menanggapi polemik antara Anggota DPRD Banyuwangi dari Partai Gerindra, Suwito, dan para kepala desa yang sebelumnya memprotes pernyataannya di media sosial tentang “80% kades bermasalah”. Laskar Cemeti menilai dinamika tersebut harus diletakkan secara objektif, tidak dipelintir, dan tidak dijadikan ruang saling menghakimi.
Laskar Cemeti menilai dinamika ini perlu ditempatkan secara benar, baik dari sisi etika pemerintahan maupun mekanisme kelembagaan DPRD. Laskar Cemeti menyoroti bahwa proses klarifikasi di DPRD Banyuwangi tidak ditempuh melalui mekanisme resmi Badan Kehormatan (BK), padahal pernyataan Suwito di ruang publik termasuk kategori yang seharusnya diselesaikan melalui prosedur BK sebagai alat kelengkapan yang berwenang menangani dugaan pelanggaran etik anggota dewan.
Menurut Laskar Cemeti, hearing tanpa melibatkan BK dikhawatirkan menimbulkan persepsi bahwa forum DPRD digunakan sebagai arena tekanan opini, bukan mekanisme administratif yang sesuai aturan.
Di sisi lain, Laskar Cemeti menilai bahwa para kepala desa memiliki hak untuk menyampaikan keberatan, sebagaimana Suwito memiliki hak untuk berpendapat. Namun mereka menegaskan bahwa ruang hearing seharusnya menjadi forum dialog, bukan ruang menghakimi, dan setiap pihak wajib menjaga etika komunikasi serta asas proporsionalitas.

caption: Ketua Laskar Cemeti Emas, Moh. Annas
Laskar Cemeti juga menegaskan bahwa polemik ini tidak boleh membelokkan fokus publik dari persoalan hukum yang diduga melibatkan sejumlah oknum kepala desa. Mereka meminta aparat penegak hukum (APH) tetap memproses secara objektif dan profesional, berdasarkan bukti, bukan opini atau tekanan politik.
“Jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang, biarkan APH bekerja sesuai hukum. Jangan sampai dinamika politik menutupi proses penegakan hukum yang seharusnya berjalan,” demikian pernyataan dari Ketua Laskar Cemeti Emas, Moh. Annas.
Laskar Cemeti berharap bahwa kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi DPRD, pemerintahan desa, dan masyarakat luas: bahwa komunikasi publik pejabat harus berbasis data, keberatan harus disampaikan secara elegan, dan mekanisme kelembagaan harus dipakai sesuai aturan. Dengan dialog yang sehat dan proses hukum yang adil, polemik ini diharapkan memperkuat tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel di Banyuwangi. **
