BANDA ACEH – Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke 7, merupakan Ajang Rescovey Cultur Masyarakat Aceh pada Nilai-nilai leluhur sebagai warisan yang harus dijaga. Namun pasca pembukaan 5 Agustus 2018 permasalahan silih berganti seiring dengan berjalan waktu. PKA yang seharusnya menjadi moment dalam memperkenalkan cultur budaya Aceh berubah menjadi ajang pasar malam hal ini di ungkap oleh, Aktifis LEMKASPA 10/08/2018
Carut marut Pekan Kebudayaan Aceh ke 7 merupakan kesalahan fatal dalam konsep perencanaan Event yang digagas oleh Pemerintah Aceh.
Menurut ketua LEMKASPA dalam konsep Grand Desain Event PKA ke 7 terjadi kesalahan dalam perencanaan awal.
Ada kesalahan dalam hal kordinasi lintas sektor maupun lintas lembaga. Hal ini terlihat dari beberapa hal yang terjadi di lapangan, mulai tahap pembukaan Event sampai carut marutnya masalah lapak pedagang musiman.
Menurut Samsul dalam mendesain konsep Event skala besar, kerja sama lintas lembaga dan masyarakat lokal harus benar-benar dimatangkan sedini mungkin oleh pihak panitia penyelenggara.
Apalagi pelaksanaan PKA ke 7 ada dua bagian terpenting yang harus dikemas semaksimal mungkin oleh pihak OE. Yang pertama kesuksesan Event dan yang kedua, manfaat pasca berlangsungnya PKA ke 7. Bukan sekedar asal selesai, tambah dirinya.
Lebih lanjut ketua Lemkaspa juga menambahkan, setiap acara ada perbedaan yang mendasar dalam Roadmap Agenda.
Dalam satu Event secara spesifik mempunyai keunikan dan karakteristik tersendiri, seperti halnya dengan PKA yang sedang berlangsung saat ini. “Harus ada keunikan dan karakteristik Cultur Budaya yang dikemas secara terpadu”.
Dirinya juga menambahkan. Perencanaan merupakan barometer sebagai alat pengendalian berjalanya Event.
Dengan adanya sebuah rencana yang matang, segala sesuatu yang berkaitan dengan agenda acara dapat dievaluasi seiring berjalannya waktu.
Red : AriantoMaaf