KataJatim.com – SURABAYA – Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati mengatakan, Aspidum, Sofyan Salle bersama jajarannya telah menuju ke Batu. Disana, pihaknya bersama semua para aparat penegak hukum menindaklanjuti penahanan terhadap terdakwa JE terkait kasus kekerasan seksual di SMA SPI.
Mia menuturkan, pada prinsipnya, kejaksaan ingin ada keseimbangan. Artinya, jangan sampai ada persepsi bahwa aparat penegak hukum tebang pilih dalam melakukan penahanan. Mengingat, kewenangan penahanan bukan di JPU, melainkan berada di majelis hakim.
“Jadi, prosesnya mungkin perlu kami luruskan, bukan kewenangan jaksa (untuk menahan terdakwa), tapi kewenangan dari majelis hakim,” kata Mia saat ditemui, Senin (11/7/2022).
Mia menegaskan, pada saat proses persidangan, ditemui fakta baru. Menurutnya, tim JPU yang lapor kepadanya menyebut, ada beberapa saksi yamg diintimidasi oleh terdakwa. Sehingga, menyulitkan bagi JPU untuk menghadirkannya ke persidangan.
Kemudian, ia mengaku telah mengarahkan JPU untuk meminta kepada majelis hakim agar menerbitkan penetapan. Supaya, bisa melakukan penahanan.
“Jadi, kami catat permohonan dari JPU untuk meminta kepada majelis hakim pada saat sidang berjalan, diterbitkan penetapan pada saat itu, kami meminta kepada hakim secara tertulis untuk dikeluarkannya penetapan penahanan terhadap terdakwa dengan jenis penahanan rutan pada tanggal 13 April 2022,” ujarnya.
Mia menjelaskan, JPU merasa kesulitan lantaran ada beberapa saksi yg diintimidasi. Bahkan, sampai kemarin sidang pada tanggal 20 Juni 2022 lalu, majelis hakim tetap tidak mengabulkan kewenangannya. Sekali pun, sudah bersurat pada PN untuk bisa melakukan penahanan terhadap terdakwa.
“Alhamdulillah, hari ini bisa dikeluarkan penetapan dr majelis hakim, memerintahkan kepada JPU untuk melakukan penangkapan terhadap terdakwa, kemudian dibawa ke Lapas Lowokwaru, Malang,” tuturnya.
Mia menegaskan, JE memang tak dilakukan penahanan oleh penyidik. Sebab, dianggap kooperatif.
Namun, hal itu berubah ketika proses persidangan. “Beberapa kali bikin masalah, dalam arti mengintimidasi saksi-saksi yang menjadi korban,” katanya.
Mia menyebut, intimidasi yang dilakukan terhadap para korban pun beragam. Mulai dari memfasilitasi, memberi materi, hingga meminta untuk mencabut laporan.
“Intimidasi ke saksi korban ada yang didatangi, ada yang melalui WhatsApp, keluarga yang dibujuk diberi fasilitas materi dan menyatakan anaknya tidak perlu lagi datang ke pengadilan,” ujar dia.
Meski begitu, ia mengaku penahanan dilakukan untuk sementara waktu. Mia menyatakan, hanya dilakukan penahanan dalam kurun waktu 30 hari.
Sebelum dilakukan penahanan, Mia menegaskan ada kemungkinan JE melakukan perusakan barang bukti. Bahkan, tak menutup kemungkinan menghilangkan juga.
“Kemungkinan, JE menghilangkan barang bukti. Mengubah dan merusak. Ditahan usai 19 kali sidang, itu (penahanan) kewenangan PN setempat. Pengajuan majelis hakim dari permohonan Kejati Jatim,” tutur dia. Addy