KataJatim.com – Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Nasional (Wanteknas), Ilham Akbar Habibie menyebut bahwa dalam pergerakan Revolusi Industri 4.0 ini generasi muda Indonesia banyak berperan aktif, terutama seperti halnya pendirian startup – startup di Indonesia. Baginya, dalam menyongsong bonus demografi di Indonesia, dibutuhkan generasi muda yang tidak hanya produktif, melainkan juga inovatif.
“Kalau untuk bonus demografi, itu lebih menekankan orang kita yang berada di usia produktif dan konsumtif. Dan itu menurut saya betul, tapi perlu diterapkan suatu bonus demografi yang menekankan daya inovasinya. Karena, anak muda yang memang berada di usia tertentu mereka bukan saja produktif – konsumtif, tapi juga inovatif. Karena mereka berani untuk mencoba dengan punya banyak ide, bebannya belum banyak, jadi memang bukan hanya produktif – konsumtif, tapi juga inovatif. Itu perlu disebut juga kalau kita menyebut yang namanya bonus demografi,” katanya, hari ini (26/8), saat ditemui pasca Rapat Koordinasi Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2019 di hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Denpasar.
Ia juga menuturkan bahwa dengan bonus demografi yang inovatif tersebut, Indonesia mampu keluar dari Middle Income Trap. Karena baginya, startup besar mampu menciptakan suatu ekosistem bisnis yang membesarkan perusahaan – perusahaan startup lainnya.
“Kita tadi udah tekankan, dari 100 persen perusahaan yang mencoba, hanya 1 persen sukses, dan 99 persen tidak sukses. Jadi, bagaimana kita bisa membuat satu suksesor yang lebih tinggi, atau dengan adanya sukses, mereka juga sekaligus mengajak lebih banyak UKM. Jadi, mereka sudah menjadi besar, tapi mereka dengan ekosistemnya sekaligus juga membesarkan lebih banyak perusahaan – perusahaan lain,” tutur tokoh yang juga merupakan putra dari mantan Presiden RI, Baharudin Jusuf Habibie itu.
“Salah satu kunci bagaimana kita bisa keluar dari Middle Income Trap, (yakni) mengamankan adanya pendapatan rata – rata yang meningkat dari tahun ke tahun untuk seluruh warga kita di Indonesia. Jadi, itu perlu adanya lapangan pekerjaan yang banyak, dan itu memang (karena) adanya ekosistem di sekitar startup yang lebih kuat,” tambahnya.
Mengenai perkembangan iklim industri di dunia saat ini, ia mengatakan bahwa memang seluruh perusahaan di dunia sedang terfokus pada Revolusi Industri 4.0. Adapun, Revolusi Industri 5.0 masih hanya berkutat pada sistem masyarakatnya saja, dan masih belum dijamah oleh banyak perusahaan di dunia.
“Menurut saya, yang 5.0 itu belum ke industri, lebih ke masyarakat 5.0. Jadi itu jawaban terhadap konektifitas itu bagaimana kita melihat masyarakat ke depan. Kalau di industrinya masih 4.0,” tutupnya (da)