Penulis: Putra Adi Wibowo Sw, S.T
KataJatim.com – Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu ciri penerapan sistem Demokrasi, dimana setiap warga negara memiliki hak setara dalam memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu di dalam sistem bertata negara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil Prsiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Sejarah Indonesia mencatat, Pemilu tahun 2004, untuk pertama kalinya masyarakat Indonesia memilih presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD dan DPRD secara langsung. Pada pemilu 2004, diadakan dua kali pemilu yaitu pemilihan presiden-wakil presiden (dua putaran) dan pemilihan legislatif ( DPR; DPD; DPRD). Dan pada tahun 2019 ini, Indonesia mencatatakan sejarah kepemiluan, yaitu Pemilu serentak antara Pilpres (Pemilihan Presiden-Wakil Presiden) dan Pileg (Pemilihan anggota Legeslatif). Tercatat sebanyak 813.350 TPS yang tersebar di 34 Propinsi dan Perwakilan Republik Indonesia di Negara Lain. Pemilu ke-12 setelah kemerdekaan Republik Indonesia ini mempunyai beberapa catatan yang mungkin berbeda dari pendapat yang lain bahkan mungkin sama.
Sosialisasi
Pemilu 2019 yang menggabungkan Pilpres dan Pileg secara bersamaan, membuat masyarakat kebingungan, karena terdapat 5 (lima) lembar surat suara. Sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh penyelenggara maupun peserta pemilu kurang efektif, khususnya dari peserta pemilu.
Penggunaan hak pilih pada Pemilu 2019 ini mengalami peningkatan dan penurunan, peningkatan terjadi di pemilihan presiden-wakil presiden, dedangkan penurunan terjadi pada pemilihan anggota legislatif, khusunya pemilihan anggota DPD. Meskipun pemilihan anggota DPD sudah dimulai dari 2004, masyarakat masih kurang faham akan fungsi dari jabatan tersebut, dan siapa mereka. Sehingga untuk pemilihan anggota DPD banyak mengalami penurunan partisipasi (banyak yang tidak sah surat suaranya). Ketidak SAH an surat suara untuk DPD karena masyarakat tidak memilih.
Karena selama ini media berita dan media sosial banyak mengupas tentang pemilihan presiden-wakil presiden, yang hanya diikuti dua pasang calon.
Sosialisasi Pemilu menjadi tanggungjawab bersama, tidak hanya dari penyelenggara pemilu, tetapi juga peran aktif dari peserta pemilu dan masyarakat.
KPPS
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang terdiri dari ketua dan 6 anggota serta 2 linmas merupakan ujung tombak dalam pemilu 2019 ini. Beban pekerjaan KPPS dengan honorium yang diperoleh tidak seimbang, dimana ketua memperoleh honor Rp. 550.000; anggota Rp. 500.000; Linmas Rp. 400.000; dan semuanya belum dipotong pajak. Sedangkan beban pekerjaan mereka sangat kompleks, Administrasi yang dianggap berbelit dan ribet (Banyaknya form yang wajib diisi); diperlukan pengetahuan, kecermatan yang ektra. Agar tidak terjadi permasalahan baik dengan calon pemilih, pengawas, saksi dan masyarakat. Banyaknya surat suara, membuat waktu akan penghitungan menjadi lebih lama.
Pada proses sosialisasi rekrutmen KPPS seharusnya tidak disepelekan oleh PPS, karena mayoritas mereka yang menjadi anggota KPPS adalah tunjukan dari perangkat pemerintahan Desa, ini terjadi karena kurangnya sosialisasi di masyarkat. Sehingga mereka yang dianggap sudah pernah menjadi KPPS dipemilu sebelumnya ditunjuk lagi. Bimtek yang dilakukan oleh PPS ataupun PPK terhadap KPPS juga kurang efektif dan efisien.
Apresiasi sebesar-besarnya kepada KPPS dan pengawas TPS yang sudah maksimal dalam menjalankan tugasnya dan mensukseskan pemilu 2019 ini. Dan kekurangan tersebut untuk evaluasi perbaikan pemilu kedepannya.
Transparansi
Pada pemilu 2019 ini, terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih dan mengawal jalannya pemilu. Sehingga transparansi penyelenggaraan pemilu dapat di monitoring oleh masyarkat dimulai dari TPS hingga tingkat Nasional. Dapat kita jumpai, ketika penghitungan suara melalui C-1 Plano di TPS, masyarakat bergembira menghitung surat suara yang sah maupun tidak, masyarakat juga diperbolehkan untuk memotret atau mendokumentasikan proses perhitungan surat suara tersebut. Sehingga apabila ada kecurangan dapat langsung diketahui.
Hasil Pemilu
Semenjak 2004, sudah bayak Lembaga Survei yang melaksanakan Quick Count (QC)/ Perhitungan cepat dengan menggunakan sampling TPS dan metode ilmiah yang digunakan. Rata-rata QC dilakukan kerjasama antara Lembaga Survei dengan Media Berita Televisi/Radio, dan hasilnya dapat diketahui hari itu juga pada malam hari.
Perlu kita pahami bahwa QC hanya sebagai controlling untuk perolehan suara yang akan ditetapkan oleh KPU kedepan maksimal 22 Mei 2019, dan bukan merupakan hasil resmi. Sebaiknya peserta Pemilu selama menunggu ketetapan hasil resmi rekapitulasi manual yang dilaksanakan oleh KPU perlu melakukan collingdown para pendukung peserta pemilu, khususnya Pilpres.
Apabila hasil keputusan KPU tidak dapat diterima oleh Peserta pemilu, dan terjadi sengketa hasil pemilu disediakan jalur hukum untuk penyelesainya melalui Mahkamah Konstitusi. Dan Putusan MK merupakan putusan Final yang wajib di taati. #PemilihBerdaulatNegaraKuat