KataJatim.com – PILKADA Serentak sebagai mekanisme pengisian jabatan kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota secara demokratis.
Mekanisme PILKADA Serentak menjadi tafsir yang sah atas amanah Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
PILKADA Serentak menjadi model mekanisme yang membuka ruang bagi seluruh warga Negara Indonesia yang telah punya hak memilih untuk berpartisipasi, termasuk warga Negara Indonesia yang sedang merantau (dalam negeri/luar negeri).
Kebiasaan Merantau sudah berlangsung sangat lama bagi masyarakat kita. Hal ini menjadi pilihan banyak orang dengan berbagai alasan, yakni diantaranya alasan mencari pekerjaan atau ingin memperbaiki kondisi ekonomi. Tempat tujuan merantau juga beragam. Mulai dari yang merantau di dalam negeri sampai ke luar wilayah Indonesia (Luar Negeri).
Termasuk warga Kabupaten Lamongan juga tidak sedikit yang sedang merantau. Menurut Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkab Lamongan, Bapak Mohammad Nalikan bahwa data secara keseluruhan warga Lamongan yang ada di perantauan, tercatat sebanyak 79.628 warga (Sudjarwo, 2020). Tersebar diberbagai daerah, baik yang didalam negeri maupun yang merantau ke luar negeri.
Menurut beberapa sumber, yang merantau di Jakarta dan bekerja disektor informal seperti menjadi pedagang kaki lima (jualan soto lamongan atau pecel lele) tercatat lebih dari 3000 lapak. Sangat banyak dampak positif baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi lainnya yang disebabkan oleh warga yang memilih untuk merantau.
Hanya saja dari sisi politik, sepertinya belum berpihak pada warga perantau. Hal itu dapat dilihat pada saat penyelenggaraan PILKADA serentak 2020. Belum ada tanda-tanda adanya regulasi yang terkait dengan PILKADA Serentak yang akan berpihak pada warga perantau. Mereka yang sedang merantau ini terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi PILKADA serentak.
Penyelenggaraan PILKADA Serentak tahun 2020 sepertinya akan jadi moment politik kesekian kalinya yang masih mengabaikan perlindungan hak pilih warga perantau. Dari sisi regulasi masih belum jelas jaminan bagi warga perantau. Satu satunya jalan bagi yang ingin menggunakan hak pilihnya harus pulang kampung sesuai dengan alamat yang tertera di KTP. Tentu ini jalan yang tidak mudah dan mahal dari sisi biaya bagi yang merantau jauh, apalagi bagi yang bekerja diluar negeri. Ujung ujungnya, banyak warga perantau yang terpaksa mengikhlaskan untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Nampak sekali bahwa ada perbedaan perlakuan dalam kaitan dengan penggunaan hak pilih antara warga yang tidak merantau dengan warga yang sedang merantau. Tentu kondisi demikian tidak sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Berangkat dari kondisi yg demikian, penting kiranya untuk dikritisi demi menemukan rumusan terbaik bagi proses demokrasi di Indonesia. (Rul/red)
Lamongan, 18 Juni 2020
Penulis: Pimpinan Forum IDeA
Fauzin, S.H., LL.M