KataJatim.com – Jakarta — Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyatakan keprihatinan mendalam atas gugatan perdata senilai Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap PT Tempo Inti Media Tbk (Tempo). Gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL itu dinilai dapat menciptakan preseden berbahaya bagi ekosistem pers nasional.
“AMSI menghormati hak setiap warga negara untuk menempuh jalur hukum. Namun, gugatan dengan nilai fantastis ini menunjukkan indikasi praktik SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yaitu upaya membungkam media melalui tekanan finansial,” ujar Amrie Hakim, Ketua Bidang Advokasi dan Regulasi AMSI, dalam keterangan resminya.
Sengketa antara Menteri Pertanian dan Tempo bermula dari laporan sampul Tempo bertajuk “Poles-Poles Beras Busuk” yang tayang di akun X dan Instagram Tempo.co pada 16 Mei 2025. Perselisihan ini sebelumnya telah difasilitasi oleh Dewan Pers, lembaga yang berwenang menangani sengketa pers sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurut AMSI, Tempo telah menjalankan seluruh rekomendasi Dewan Pers, termasuk mengubah judul poster, menyampaikan permintaan maaf, dan melakukan moderasi konten. Dua mekanisme hak jawab dan hak koreksi pun telah dipenuhi. Karena itu, gugatan ini dinilai berpotensi melanggar jaminan konstitusional kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Pasal 28 dan 28F UUD 1945, serta bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-V/2007 yang memperkuat perlindungan terhadap kerja jurnalistik.
“Apabila pihak Menteri Pertanian menilai rekomendasi Dewan Pers belum sepenuhnya dijalankan, mekanisme yang tepat adalah mengajukan kembali pengaduan ke Dewan Pers, bukan melalui gugatan perdata,” lanjut Amrie. Ia juga meminta Dewan Pers memberikan penjelasan terbuka kepada publik agar isi dan tindak lanjut Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang telah diterbitkan tidak menimbulkan tafsir berbeda.
AMSI menilai gugatan bernilai ratusan miliar rupiah ini tidak proporsional dan bertentangan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung (No. 864K/Sip/1973 jo. No. 459K/Sip/1975), yang menegaskan bahwa ganti rugi perdata harus sebanding dengan kerugian riil yang terbukti, bukan bersifat punitif atau menghukum.
“Jika gugatan semacam ini dibiarkan, pejabat publik lain bisa meniru pola yang sama untuk membungkam kritik. Media akan takut mengungkap isu publik yang menyangkut pejabat negara,” tegas Amrie.
AMSI menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto mengingatkan jajarannya untuk menghormati kebebasan pers sesuai amanat konstitusi, dan meminta DPR menggunakan fungsi pengawasannya untuk mencegah praktik intimidatif terhadap media, termasuk evaluasi perlindungan terhadap praktik SLAPP.
Lebih lanjut, AMSI mendorong penyelesaian secara konstruktif melalui dialog langsung antara pemerintah dan media, bukan konfrontasi hukum. “AMSI berdiri bersama Tempo dan seluruh media yang menjalankan fungsi kontrol sosial dengan integritas. Kami mendorong dialog, bukan intimidasi,” ujar Amrie menegaskan.
Sebagai langkah lanjutan, AMSI memastikan akan memantau proses hukum perkara ini dan menyiapkan langkah-langkah advokasi lanjutan, termasuk koordinasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk memastikan prinsip keadilan dan kebebasan pers tetap terjaga. **
