KataJatim.com – BANYUWANGI – Organisasi non-pemerintah (non-governmental organization/NGO) dunia yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria, Systemiq, terus melakukan pendampingan penanganan sampah laut di Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Program STOP yang dijalankan telah berjalan satu tahun dengan mendorong peningkatan kapasitas warga desa dalam masalah pengelolaan sampah.
Chief Delivery Officer STOP Project Systemiq Andre Kuncoroyekti mengatakan, pada tahun pertama ini penanganan sampah difokuskan pada Desa Tembokrejo, Muncar, karena desa tersebut telah memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST 3R).
“Dari awal tujuan kami memang tidak bangun TPST, namun investasi peralatan untuk akselerasi TPST yang sudah ada agar lebih efisien. Selain juga kita lakukan pendampingan fisik dan non fisik,” kata Andre seusai bertemu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Dalam pengelolaan tersebut, Systemiq melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai pengelola sampah. Mereka dilatih mengoptimalkan sistem pengangkutan, pengumpulan hingga pengolahan sampah.
“Hasilnya, layanan pengumpulan sampah yang dijalankan BUMDes Tembokrejo kini telah mencakup 3.214 rumah, dari awal yang sebelum kami masuk hanya sekitar 400 rumah,” jelas Andre.
Andre mengaku senang karena warga merespons positif adanya pengangkutan sampah ini. Karena, menurut dia, problem sampah di Muncar sebenarnya tidak sekedar masalah perilaku.
“Namun lebih diakibatkan ketidakadaan sistem, seperti tidak adanya armada angkut. Jadi, membuang sampah ke laut itu sebenarnya karena terpaksa. Jadi, adanya 19 armada angkut sampah saat ini, bagi mereka adalah solusi,” kata Andre.
Di TPST Tembokrejo, sampah yang diangkut dari rumah warga lantas dipilah dan dikelola. Sampah organik dimanfaatkan untuk kompos dan budidaya larva lalat black soldier fly. Larva lalat jenis ini memiliki kemampuan mengurai sampah organik selain juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Sementara yang nonorganik, dipilah sesuai jenisnya untuk dijual. Sejak April 2018 hingga Februari tahun ini, jumlah sampah nonorganik yang terjual mencapai 10,4 ton oleh 16 pengepul sampah.
Setelah berjalan satu tahun, Andre menyatakan, telah ada perubahan fisik sungai di dekat Pantai Satelit. Tumpukan sampah sudah tidak terlalu banyak, di pinggir-pinggir sungai juga tidak ada tumpukan sampah.
“Memang belum sepenuhnya sungai bebas sampah, karena fokusnya masih satu desa, namun mulai terasa hasilnya,” kata dia.
Pengelolaan sampah yang bagus ini, mampu mengerek pendapatan Bumdes. Dulu hanya Rp 3,7 juta per bulan, setelah kualitas pemilahan meningkat kini Bumdes bisa meraup Rp 10 juta dari penjualan sampah.
Untuk itu, pihaknya menargetkan bahwa akhir Maret 2019 ini sebanyak seratus persen dari 8.900 rumah di Tembokjero akan terlayani pengangkutan sampah.
“Saat ini sampah yang terangkut 2 ton/hari, di akhir Maret diperkirakan mencapai 10 ton/hari. Melihat manfaatnya, kami akan memperluas cakupan program ini, mengingat potensi sampah di Muncar per hari 47 ton/hari. Target kami 22 ribu kepala keluarga berpartisipasi ikut program angkut sampah ini hingga akhir 2019.,” kata Andre.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, akan mendorong desa lain untuk mengerjakan program serupa. Menurut Anas, program ini adalah bagian dari program Smart Kampung.
“Smart Kampung tidak hanya sekadar masalah pelayanan publik, namun juga harus pandai menemukan solusi atas masalah di daerahnya, termasuk masalah sampah. Ini perlu dicontoh desa lain,” kata Anas. (*)