KATAJATIM.COM, SURABAYA – Saya mengamati Jokowi memang pemain catur politik yg indah, cakap dan tangkas. Kelompok yang ingin menjatuhkan Jokowi itu sangat banyak, apalagi dinasti Freeport, Mc Moran, yang terus didorongnya ke jurang kebangkrutan. Artinya Jokowi siap menghadapi siapapun apabila menurutnya tidak menguntungkan bagi rakyat kecil. Apalagi dari anak rakyatnya sendiri, sama-sama tahu karakternya, dengan modal fitnah dan provokasi ingin menjatuhkan Jokowi. Percuma, itu tidak akan mempan.
Bagi Jokowi, Prabowo bukan lawan yang tangguh, tapi orang-orang dibelakang Prabowo berbahaya, banyak oknum menggadaikan agama untuk kekuasaan, ulama dibeli sebagai bamper, sampai ada ulama yang melakukan tindak kriminal. Donatur dibelakang Prabowo bukan orang main-main, bapaknya saja yang menandatangani Kontrak Karya Freeport untuk eksplorasi tambang emas di Papua tahun 1967 atas suruhan Soeharto. Freeport dan cukong-cukong besar lawan Jokowi menginginkan Prabowo menang. Itu sudah pasti.
Saat masa pendaftaran capres-cawapres mendekat, Jokowi mengumunkan inisial cawapresnya untuk menangkal isu Jokowi anti Islam dengan formasi nasionalis – religius. Formasi ini membuat pihak oposisi kalang kabut. Mereka sesama parpol oposisi saling tuding dan terpecah, dan akhirnya galau sendiri. Lalu muncullah istilah baru “Jendral Kardus” dan “Jendral Baperan”. Dilain pihak terjadi transaksi politik untuk merebut kursi cawapres Prabowo dan akhirnya menjadi bahan olokan netizen di media sosial.
Cantiknya permaian catur Jokowi disini, saat dia mulai mengantongi nama-nama cawapres berinisial “M”, netizen penasaran inisial “M” siapa yang dimaksud? Diantaranya ada Prof Mahfud MD, seorang tokoh muslim moderat. Mantan ketua MK ini terpopuler diantara yang lain. Masyarakat banyak yang mendukungnya. Namun satu hal, dengan Jokowi menggandeng Prof Mahfud MD dari non parpol membahayakan posisi parpol koalisi yang tidak sejalan denganya. Dan ini dapat memicu konflik baru dikubu Jokowi. Maka mau tidak mau Jokowi harus bermanuver dengan mengambil jalan tengah demi menjaga kepentingan bangsa dan negara.
Sementara Prabowo terlalu lama mengambil keputusan untuk mendeklarasikan diri dan cawapresnya, karena ijma’ ulama yang dirangkainya sendiri menjadi bumerang sekaligus membuat dia galau saat menerima uang 500 M dari Sandiaga Uno untuk jadi cawapresnya. Ditambah lagi SBY melepaskan diri dari partai oposisi, Prabowo semakin galau, dia memaksakan diri untuk maju hanya untuk meramaikan pesta demokrasi di tahun 2019 nanti. Sandi tidak termasuk kriteria ijma ulama menjadi cawapres Prabowo, para ulama mereka pun mulai membuli dan mengancam tidak mendukung Prabowo di pilpres nanti. Melihat kondisi lawan yang demikian ketangkasan Jokowi teruji.
Prof Dr KH Maruf Amin yang tadinya dianggap netizen sebagai aktor kontroversi ini malah digandeng oleh Jokowi. Saya menilai inilah kecakapan Jokowi melangkah untuk menjatuhkan lawannya. Langkah konkretnya tidak bisa diprediksi oleh pengamat politik sekalipun, bahkan Prof Mahfud sendiri kaget mendengar keputusan yang diambil Jokowi. Kenapa? Pertimbangan Jokowi sangat bijak dan luwes melihat bangsa yang sedang dilanda paham intoleran dalam pandangan beragama. Sementara KH Maruf Amin mempunyai kredibilitas mengatasi masalah intoleransi perbedaan pandangan antar ulama yang notabene beliau sebagai Rais Aam PBNU. Dia yang juga sebagai mantan Ketua GNPF MUI ini akan banyak membantu pemerintahan Jokowi merangkul semua ulama di Indonesia agar Koalisi Indonesia Kerja Jokowi dapat berjalan lancar.
Apapun keputusannya, mau siapapun wakilnya, Jokowi tetap presidennya. Yang terpenting adalah bagaimana kita tetap menyadarkan teman-teman yang kecewa atas keputusan Jokowi ini. Jangan sampai suara kosong di kotak suara nanti akan diambil oleh pihak-pihak lawan politik Jokowi dan memenangkan mereka menduduki senayan dan kepresidenan di pileg dan pilpres 2019 nanti.
Oleh : Husin Shahab (Aktivis Cyber Indonesia)
+62 823-1041-7038